Kiyahi Madura yang Hafal Injil
Sosok almarhum K.H. Bahaudin Mudhary (1920-1979) tentu tidak asing bagi peminat studi Perbandingan Agama di Indonesia. Namanya mencuat seiring terbitnya buku berjudul Dialog Masalah Ketuhanan Yesus, hasil dialognya dengan Antonius Widuri, penganut Kristen Katolik Roma. Dialog seputar masalah ketuhanan Yesus itu direkam dan disaksikan oleh sejumlah pengurus Yayasan Pesantren Sumenep. Dialog itu pun mengantarkan Antonius pada cahaya Islam.
Beragam tanggapan muncul atas
terbitnya karya ini. Terakhir, buku Dialog itu diterbitkan ulang oleh Cambridge
University Press, Inggris dan juga diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda
“Dialoog over de Goddelijkheid van Jezus”. Buku ini diakui sebagai
salah satu rujukan otoritatif dalam diskursus ilmiah terkait.
K.H. Bahaudin Mudhary adalah pria
kelahiran Sumenep, Madura, 23 April 1920. Ia menguasai sejumlah bahasa
asing antara lain Bahasa Arab, Jepang, Jerman, Perancis, dan Belanda.
Penguasaan bahasa ini cukup membantu dalam mengakses berbagai versi Bibel.
Kekayaaan bahasa inilah yang cukup menonjol mewarnai alur dialogis bukunya.
Pilihan hidupnya adalah menjadi da’i
dan membaktikan ilmu bagi pendidikan masyarakat. Pada 1947, ia pernah menjadi
komandan Resimen Hizbullah. Tahun 1949, mendirikan Yayasan Pesantren Sumenep. Selanjutnya
pada 1954, ia menjabat sebagai Ketua Muhammadiyah Cabang Sumenep. Kyai
Bahaudin juga pernah diamanahi sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Sumenep,
Ketua Umum GUPPI Jawa Timur, ketua MUI Jawa Timur, dan anggota DPRD Tingkat I
Jawa Timur. Hingga akhir hayat, ia mengabdikan diri sebagai pengasuh
Pesantren Kepanjian Sumenep. (Lihat K.H. Bahaudin Mudhary. Dialog Masalah
Ketuhanan Yesus. Cetakan VI. (Pustaka Dai, Surabaya, 1998).
Sebenarnya buku karya Kyai dari
Sumenep ini tentang Kristologi bukan hanya Dialog Masalah Ketuhanan Yesus.
Ia juga menulis buku Dialog Masalah Kebenaran Bibel, dokumentasi hasil
dialog pula sebagaimana buku pertama. Pria kelahiran Sumenep tersebut juga
memiliki karya tulis seputar agama Islam yang telah dibukukan. Hanya saja karya
lainnya nampak kurang dikenal dibandingkan karya monumental tentang “Ketuhanan
Yesus” tersebut.
“Penyesuaian”
Membaca buku Dialog Masalah Ketuhanan Yesus perlu kecermatan tambahan. Pasalnya, ayat-ayat Bibel saat ini memiliki “perbedaan” redaksional dengan Bibel yang digunakan sekitar masa kehidupan Sang Kiai. Almarhum menggunakan rujukan Bibel terbitan semasa hidupnya. Sementara Bibel yang terbit saat ini telah mengalami berbagai proses editing bahasa. Perubahan itu juga berdampak pada substansi persoalan.
“Penyesuaian”
Membaca buku Dialog Masalah Ketuhanan Yesus perlu kecermatan tambahan. Pasalnya, ayat-ayat Bibel saat ini memiliki “perbedaan” redaksional dengan Bibel yang digunakan sekitar masa kehidupan Sang Kiai. Almarhum menggunakan rujukan Bibel terbitan semasa hidupnya. Sementara Bibel yang terbit saat ini telah mengalami berbagai proses editing bahasa. Perubahan itu juga berdampak pada substansi persoalan.
Misal, Kiai Bahaudin Mudhary
menyebutkan bahwa dalam II Samuel 8: 9 dan 10, nama raja Hamat adalah Toi.
Namun dalam kitab I Tawarikh 18: 9 nama raja Hamat adalah Tohu.
(Mudhary,1998: 88-89). Dalam “Alkitab” terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)
tahun 1968 kedua perbedaan nama raja Hamat tersebut masih dapat ditemukan.
Menurut, Holy Bible King James Version, nama raja Hamat dalam II Samuel
8: 9-10 adalah To-i, sedangkan dalam I Tawarikh 18: 9 bernama To-u.
(Lihat Holy Bible Authorised King James Version. (Colins World,
Amerika)). Akan tetapi “Alkitab” terbitan LAI tahun 2007, baik dalam II Samuel
8: 9-10 maupun I Tawarikh 18: 9, nama raja Hamat adalah Tou.
Kontradiksi yang lain dapat ditemui
dalam II Samuel 23: 8 dan I Tawarikh 11: 11. (Mudhary, 1998: 92-93). Dalam II
Samuel 23: 8 “Alkitab” terbitan LAI tahun 1968 masih dapat dijumpai bunyi ayat
berikut:
“Bermula, maka inilah nama segala pahlawan jang pada Daud,
Josjeb Basjebet bin Tachkemoni, kepala segala penghulu, ia pun bergelar
pentjutjuk dan penikam lembing, sebab ditikamnja akan delapan ratus orang dalam
sekali sadja perang.”
Informasi II Samuel 23: 8 di atas berbeda dengan keterangan yang diberikan dalam I Tawarikh 11: 11 terbitan LAI tahun 1968, sebagai berikut:
“Maka inilah bilangan segala
pahlawan jang pada Daud itu: Jasobam bin Hachmoni, kepala orang tiga puluh,
jang berlajamkan lembingnya kepada orang tiga ratus, ditikamnja akan mereka itu
sekalian dalam sekali berperang.”
Sementara itu, King James Version yang menyebutkan rincian sebagai berikut:
“These be the names of the mighty
men whom David had: The Tachmonite that sat in the seat, chief among the
captains; the same was Adino the Eznite: he lift up his spear against eight
hundred, whom he slew at one time.”
(II Samuel 23: 8)
“And this is the number of the mighty men whom David had;
Jashobeam, an Hachmonite, the chief of the captains: he lifted up his spear
against three hundred slain by him at one time.” (I Tawarikh/Chronicles 11: 11)
Perubahan itu kemudian tampak nyata jika dibandingkan dengan versi “Alkitab” terbitan LAI tahun 2007 sebagai berikut:
“Inilah nama para pahlawan yang
mengiringi Daud: Isybaal, orang Hakhmoni, kepala triwira; ia mengayunkan
tombaknya melawan delapan ratus orang yang tertikam mati dalam satu
pertempuran.” (II Samuel 23: 8)
“Inilah daftar para pahlawan yang mengiringi Daud: Yasobam
bin Hakhmoni, kepala triwira; ia mengayunkan tombaknya melawan tiga ratus orang
yang tertikam mati dalam satu pertempuran.”
(I Tawarikh 11: 11)
Kontradiksi dan “penyesuaian” serupa banyak dijumpai dalam Bibel. Hasil dialog K.H. Bahaudin Mudhary tersebut setidaknya menjadi salah satu “saksi” dokumentatif adanya pengubahan redaksional “kitab suci”. Andaikan Kyai Bahaudin masih hidup, masalah ini tentu akan menjadi kajian yang menarik baginya. Soal perubahan dan keragaman teks telah menjadi bagian yang lazim dalam sejarah perkembangan teks Bibel.
Bart D. Ehrman, Pakar New
Testament University of Carolina menulis “We can expect that in the
earliest copies, especially, mistakes were commonly made in transcription.
Indeed, we have solved evidence that this was the case, as it was matter of
occasional complaint by Christians reading those text and trying to uncover the
original words of their authors”, tegas Ehrman. (Lihat Bart. D. Ehrman.
Misquoting Jesus: The Story Behind Who Changed the Bible and Why.
(HarperCollins Publishers, San Francisco, 2005).
Jadi, meskipun telah terjadi
perkembangan terhadap versi teks Bibel yang menjadi rujukan Kyai Bahauddin saat
dialognya, karya monumental Dialog Masalah Ketuhanan Yesus ini
tidak akan kehilangan “semangat” dan relevansinya. Karya ini telah
memberikan sumbangan besar dalam studi Kristologi di Indonesia, bahkan di dunia
internasional.
Lahir, hadir, dan berpulang
meninggalkan buah pikir, demikianlah K.H. Bahaudin Mudhary. Sosok kharismatik
dan humoris ini wafat pada 4 Desember 1979 di Surabaya. Jasad boleh berkalang
tanah, namun gagasan dan semangatnya terus berpendar.